Menurut Elisabeth Kübler-Ross dalam hipotesisnya dalam buku On Death and Dying (1969), terdapat 5 tahapan kesedihan (5 Stages of Grief) yang umumnya terjadi ketika kita mengalami situasi duka, dalam hal ini kita lagi ngomongin tentang patah hati. Tahapan itu adalah DABDA: Denial (Penyangkalan), Anger (Kemarahan), Bargaining (Tawar-menawar), Depression (Depresi), dan Acceptance (Penerimaan).
Nggak selamanya tahapan ini terjadi secara berurutan. Bahkan bisa aja seseorang nggak mengalami semua tahapan ini, mungkin hanya satu atau dua tahap aja, tapi tetep…nggak bisa dihindari. Maaf-maaf aja.
1. Denial (Penyangkalan)
Biasanya nih ya, pada tahap ini kita akan terlalu sibuk dengan pikiran, “Nggak kok, gue belum putus, Ini cuma menjauh sementara, karena dia butuh ‘me time’. Kami akan baik-baik aja.” Seharusnya perasaan ini tak bertahan lama sih yah, tapi ada juga yang kayaknya susah move on dari tahap ini dan seumur hidup terus melakukan penyangkalan.
2. Anger (Kemarahan)
Ketika akhirnya kita berhasil move on dari tahap penyangkalan, biasanya kita udah sadar bahwa realitanya adalah—maafkan kabar buruk ini, ya, teman—IT’S OVER. Selesai. Hubungan telah berakhir. Kemudian kita mencari tahu alasan kenapa kita putus dan biasanya menemukan bahwa rasanya hidup itu nggak adil lalu kita melampiaskannya dalam berbagai cara. Termasuk jadi lebih sensitif terhadap orang lain—dalam artian yang jelek. Jadi kalau dalam masa-masa ini kita merasa melihat banyak orang yang kelihatan bawaannya ingin nyelupin kepala kita ke dalam kolam—yah, itu semua karena sikap kita juga sih.
3. Bargaining (Tawar menawar)
Dalam masa ini, percayalah, kita akan terlihat sangat menyedihkan. Di tahap ini kita mulai menawarkan hal-hal yang diharapkan bisa membawa keadaan menjadi lebih baik. Misalnya, “Janji, aku akan berubah. Kamu mau aku bagaimana?” (tambahkan mata berkaca-kaca, bengkak dan hidung merah) atau mulai berpikir bernegosiasi dengan setan dengan berpikir, “Pokoknya gue mau deh nuker semua koleksi Kate Spade gue asal gue bisa ngabisin waktu sebentaaaarr aja sama dia.”
Jawabannya adalah: nggak, sayang. Pada akhirnya kita akan kehilangan koleksi tas kita ditambah dengan penyesalan selamanya. Bukan karena patah hati, tapi karena kita terlalu buta dan bodoh untuk menukar hal yang berharga dengan...yah, bukan dengan apa-apa. Yang diinginkan juga nggak terkabulkan, kan?
Di tahap ini juga biasanya sebenernya kita udah sadar bahwa kita sudah berada di garis akhir, hanya saja kenyataan rasanya terlalu berat untuk dihadapi (dan diakui).
4. Depression (Depresi)
Nah, biasanya karena tahap tawar-menawar nggak berhasil, kita bisa jadi depresi, terus nggak mau makan, kurang tidur, nggak berminat ngapa-ngapain, jadi nggak produktif lah. Belum lagi mikir, “Kalau gue nggak ditakdirkan sama dia, kenapa gue dipertemukan dengan dia?” Mungkin jawabannya nggak tersedia sekarang, tapi suatu hari pasti kita akan tahu kenapa.
5. Acceptance (Penerimaan)
Pfiuuuhhh. Akhirnya sampai juga di tahapan ini. Biasanya kalau kita udah di sini, kita udah berdamai dengan diri sendiri. Menerima kenyataan bahwa kita udah putus dari pasangan dan ini saatnya melanjutkan hidup. Mungkin nggak sepenuhnya ‘I’m over him’, mungkin kita akan bolak-balik meyakinkan diri bahwa ini memang sudah berakhir dan kita harus move on, tapi kita tahu bahwa kita sudah berada di jalan yang benar. Jalani hidup, ambil pelajaran dari kejadian itu, dan cintai hidup kita yang sekarang.
Mungkin setelah lima tahap itu kita lalui, akan ada masa-masa yang lain, masa di mana kita penasaran tentang bagaimana kabar mantan, apakah hidupnya lebih bahagia dari kita, apakah dia masih ingat kita, apakah dia menyesali keputusannya meninggalkan kita dan lain-lain, tapi percayalah, yang penting saat ini adalah kita melalui lima tahapan itu dengan selamat.
sumber : Yahoo - Nina Ardianti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar